“Tlah
kulihat gerbang itu
Gedung kokoh
tempat kita bersepakat
Dulu.....
Beberapa
tahun yang lalu
Saat tubuh
kita pernah saling menyentuh
Kini
kembaliku pada bangunan itu
Tetap pada
urusan yang sama
Mengiba
perihal nyawa
Kumelemah
teringat dirimu
Kucoba kuat
susuri tiap simpangnya
Tak sanggup
menerima setiap tatapan
Menunduk
lebih buatku terfokus
Perhatikan
langkahku yang mulai gontai
Kuhembus
kuat napas memejam
Hempas
kenangan menyakitkan
Lindungi
diri dari siksa rindu atasmu
Kuselesaikan
perintah langkah di sini
Jarum jam
jatuh begitu ikhlas
Tanpa mau
pahami dingin melandaku
Seperti
dulu....
Mengapa
kesempatan memenjara diriku
Dalam ruang
isolasi mengerikan
Manjakan mataku
dengan pesona pembedahan
Dingin mulai
meraba halus
Mengelus
bagai buaian nafsu
Menyungkurku
tiada daya
Menyerah
pada gravitasi
Waktu terasa
lama mencabutku
Bawa dalam
tawa peperangan Israel
Kutak tau
kita sedang bermain perang
Atau hadapi
medan perang sesungguhnya
Kucoba
menelusur visual alam sadar itu
Yang kutau
para serdadu mengangkatku
Sekilas
kusenyumi mereka
Mungkin
kuterluka tembak
Ough Cenna.....
Suka cita
rasa berjumpa denganmu
Dalam
sekilas ketaksadaran
Telahlah
cukup puaskanku
Kunantikan lagi
kau ajak diriku bermain
Sebagai
musuh atau kawanmu
Kalah atau
menang bukan tujuan
Berasyik
kasih dalam tawa bersenang
Maka hanya
engkau tuju hidupku
Kutunduk
pada pemilikmu”
ArtisiaCenna